Periode Pemerintahan Banjar Watu Lembu pada tahun 1780-1831 yang ditandai dengan pemindahan pusat pemerintah Kabupaten dari timur sungai, dipindahkan ke sebelah barat Sungai Merawu (situsnya diperkirakan di sekitar Balai Desa Banjarkulon). Periode Banjar Watu Lembu hanya diperintah 2 masa kepemimpinan yaitu KRT Mangunyudo (1780-1812) dan KRT Kertoyudo.
Bupati KRT Mangunyuda sangat konsen membangun wilayah, salah satunya adalah pernah melakukan kerjasama dengan Bupati Purbalingga ke-2, KRT Dipokusumo untuk bersama-sama memajukan bidang perencanaan, perdagangan, pertukangan, perkebunan dan pertanian. Selain itu pada tahun 1784 KRT Mangunyuda juga mengikuti pelatihan manajemen para bupati di Surabaya dengan tujuan agar kepala daerah memiliki visi bisnis dan pemasaran. Bupati Mangunyuda berkepentingan memasarkan produk unggulan daerah Banjar, diantaranya gula kelapa.
KRT Mangunyuda merupakan bupati yang sangat patriotik / Republiken, sehingga dijuluki Mangunyuda Sedo Loji, karena meninggal di Loji bersama pasukannya saat bertempur membela Raja Surakarta Hadiningrat melawan kolonialisme
Kronologi kematian sosok KRT Mangunyuda masih misteri. Namun sikap kepahlawanannya mematik simpati. Hingga sebagian kalangan penuh harap, angka Hari Jadi Kabupaten Banjarnegara berpatokan pada peristiwa bersejarah ini.
Sepeninggal KRT Mangunyuda, tampuk kuasa Kabupaten dinobatkan kepada KRT Kertoyudo dengan gelar RNg Mangunyudo II. Lalu dilanjutkan RNg Mangunyudo III yang juga dikenal dengan nama RNg Mangubroto.
Periode Banjar Watulembu berakhir bersamaan surutnya Perang Diponegoro. Perang Diponegoro (1825-1830) menghasilkan perubahan konstelasi politik di dalam Keraton dan kekuasaan di daerah. Termasuk pengaruhnya di Wilayah Kilen, yakni Karesidenan Banjoemas yang meliputi regentchap Banyumas, Cilacap, Purbalingga dan Banjarnegara.
Bersambung ……
Narasumber : Sagiyo Arsadiwirya
sagiyoarsadirwya.wordpress.com