Sektor pertanian diklaim belum dapat mensejahterakan petani. Sempitnya lahan garapan per kapita dan inefisiensi produksi, diduga menjadi sebab utama permasalahan tersebut. Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Prof Memen Surahman mengatakan, langkah yang ditempuh pemerintah untuk mendorong produksi pangan ditempuh melalui program bantuan benih, pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian belum cukup memberikan efek positif. “Upaya tersebut belum berkontribusi signifikan terhadap kesejahteraan petani,” kata Memen saat diskusi kelompok terarah Pengembangan Model Kelembagaan Usaha Tani Padi di Distankan Banjarnegara belum lama ini. Menajemen sumberdaya manusia di tingkat petani juga perlu mendapat penataan yang serius dibandingkan hanya soal bantuan produksi. Dia mengungkapkan, kepemilikan lahan yang sempit sekitar 0,3 hektare per kapita, juga akan menyulitkan dalam penerapan mekanisasi, rendahnya penggunaan bibit unggul, dan pengelolaan usaha tani menjadi tidak efisien. Solusi yang ditawarkan, yakni konsolidasi sistem pertanian agar usaha tani lebih efisien melalui Komunitas Estate Padi (KEP). Konsep ini berusaha menjadikan skala usaha tani lebih luas yang akan memudahkan mekanisasi. Menurutnya, sistem ini juga akan memungkinkan skala usaha lebih besar hingga pengolahan pascapanen. Produk samping berupa menir, bekatul, sekam, dan lain-lain bisa diolah dan dijual untuk menambah nilai ekonomi. “Konsolidasi tersebut bisa berupa konsolidasi lahan atau konsolidasi manajemen. Konsolidasi lahan yakni petani yang memiliki lahan sempit menyerahkan lahannya untuk digarap petani lain dengan sistem sewa,” terangny.a Sedangkan konsolidasi manajemen, yakni sejumlah petani bergabung melakukan usaha bersama dalam satu manajemen dengan usaha dari hulu hingga hilir. ”Dengan begitu petani yang tergabung bisa melakukan pembagian peran dan tugas,” ujarnya.
Sumber: Radarbanyumas.co.id