TB MDR atau Multidrug-Resistant Tuberculosis (MDR TB) adalah tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap manfaat dua obat antituberkulosis yang paling kuat, yaitu isoniazid dan rifampisin. TB MDR terjadi karena penanganan penderita TB yang tidak tepat atau karena penularan tuberkulosis dari seseorang ke orang lain yang memicu bakteri penyebab tuberkulosis mengembangkan daya tahan terhadap obat antimikroba yang dikonsumsi.
Ada berbagai faktor yang bisa menyebabkan berkembangnya resistensi kuman penyebab tuberkulosis menjadi TB MDR, seperti : Seorang penderita TB tidak menyelesaikan pengobatan hingga tuntas, pemberian obat yang salah, meliputi jenis obat, dosis, dan lama pengobatan TB, Kualitas obat yang buruk dan kurangnya ketersediaan obat TB.
TB MDR juga lebih berisiko terjadi kembali pada seseorang yang sebelumnya pernah terkena TB, seseorang yang memiliki kelemahan sistem kekebalan tubuh, terjadinya kontak langsung dengan penderita TB MDR, dan seorang yang berasal dari daerah dengan kasus TB resisten obat yang tinggi.
Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan dr Anung Sugihantono, MKes, saat ini ada sekitar satu juta pasien TB di Indonesia. Sebagian pasien sudah terigistrasi, sementara sisanya tidak terdata karena putus pengobatan atau belum berobat.
“Pasien TB di Indonesia saat ini ada 1.020.000 orang. 420 Ribu terdaftar pengobatan di rumah sakit dan faskes, sisanya missing cases karena teknis pencatatan belum ditemukan,” tutur dr Anung. Ia menambahkan bahwa untuk kasus MDR-TB di Tahun 2018, persentasenya ada di angka 0,3 persen dari total keselurahan kasus TB. Dengan kata lain, jumlah pengidap MDR-TB yang terdaftar saat ini ada kurang 32 ribu.
Pengendalian TB MDR
Pengendalian kasus TB MDR di Indonesia dimulai dari penemuan kasus terduga TB resisten obat. Seseorang termasuk kriteria terduga TB resisten obat jika : Penderita TB yang mengalami gagal pengobatan, Kuman TB masih positif setelah 3 bulan pengobatan, Penderita TB yang kembali berobat setelah lalai berobat (loss to follow-up) dan Penderita TB dengan HIV yang tidak menunjukkan respons dengan pengobatan TB
Jika mendapati kondisi di atas, segera dibawa ke dokter untuk mendapat pemeriksaan lanjutan. Setelah dokter melakukan pemeriksaan dan dipastikan terdapat TB MDR, maka perlu segera memulai pengobatan dengan lama pengobatan dapat berkisar antara 19 – 24 bulan.
Durasi pengobatan ini bisa berubah pada kasus TB MDR yang berbeda, seperti pada TB MDR tanpa komplikasi atau pada TB MDR yang belum mendapatkan pengobatan lini kedua. Untuk kedua kasus tersebut, Badan Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan program pengobatan yang lebih singkat, yaitu 9-12 bulan. Gejala TB umumnya akan membaik dalam beberapa bulan setelah pengobatan. Penderita TB MDR juga perlu mendapat evaluasi dan pemantauan ketat selama pengobatan.
Tenaga medis pun harus mengikuti semua langkah penanganan TB yang direkomendasikan, memastikan penderita yang diduga TB segera didiagnosis, dan mendapatkan panduan perawatan yang benar. Guna mencegah TB MDR, pemerintah mendorong seluruh pemberi pelayanan TB di semua fasilitas kesehatan untuk memberikan pelayanan TB sesuai standar dan berkualitas. Pemerintah juga mendorong pemberi pelayanan TB untuk meningkatkan kewaspadaan melalui penemuan kasus secara dini. Jika Anda merasa telah terpapar atau mengalami gejala TB dan TB MDR, segeralah melakukan pemeriksaan kesehatan agar dokter dapat melakukan pengobatan dan evaluasi yang tepat.
Sumber : Alodokter dan DetikHealth